Weekend
pertama bulan Maret kami sudah diisi untuk agenda Family Camp di Sangata. Sudah
jauh-jauh hari kami mendaftar setelah mendapat informasi dari group Balikpapan
Muslim Homeschooling. Sejujurnya, motivasi utama saya mengajak suami untuk ikut
acara ini awalnya hanya supaya bisa bertemu dengan orang tua-orang tua
homeschooler yang lebih berpengalaman, agar kami bias mendapat “pencerahan”.
Sementara foto keluarga Ibu Septi dan Pak Dodik tidak terlalu saya perhatikan,
sepertinya saya hanya langsung terfokus pada gambar dan tulisan “camping”-nya
saja, selebihnya tidak terlalu perduli…. Heheheh.
Beberapa hari
sebelum acara camping, panitia membagikan rundown acara. Dari situ akhirnya
saya sadar bahwa tujuan utama dari camping ini sebenarnya adalah untuk belajar
bagi orang tua, sementara anak-anak disibukkan dengan berbagai aktifitas seru.
Barulah kemudian saya sadar, akan ada pembicara Ibu Septi Peni dan Pak Dodik
Kurniawan di situ… gubrak! (Bahkan tulisan nama mbak Enes dan mbak Ara,
anak-anak pak Dodik dalam softcopy poster acara di situ saya masih belum ngeh! Yaaa
gitu deh…). Tentu saja ini jadi jauh lebih baik, harapan awalnya cuma sekedar bisa
ketemu orang tua homeschooler lain, ternyata bakalan ada seminar full… berasa
dapat jackpot deh!
Apakah saya
tau siapa Ibu Septi Peni? Ya tentu saja tau, siapa yang belum pernah baca
berita tentang beliau? Saya baca liputan tentang beliau beberapa tahun yang
lalu, dan cerita beliau menjadi salah satu cerita yang saya sampaikan ke suami
saat membujuk agar setuju untuk mengalihkan anak-anak untuk homeschooling. Tapi
pengetahuan saya tentang Ibu Septi Peni hanya sebatas artikel yang saya baca itu
saja. Kuper banget yak??! Hehehe…
Long story
short, pergi lah kami meninggalkan rumah pada Jumat siang menjelang sore.
Kebetulan hari jumat itu Izan ada ujian ditempat les bahasa Inggrisnya. Jadi
kami mengantar Izan les dulu, kemudian setelah Izan selesai langsung menuju
Sangata nyaris tanpa berhenti kecuali satu kali untuk ke toilet. Kali itu
adalah kedua kalinya kami ke Sangata. Suami sudah membooking penginapan untuk
beristirahat malam karena acara camping dimulai hari Sabtu pagi, dan
pendaftaran dibuka kalau tidak salah pukul 6.15. Kami sampai di penginapan jam
23.30 dan meninggalkan penginapan jam 6.00 pagi. Mandinya jamak takdim, waktu
malam!
Setengah
perjalanan menuju camp, anak-anak bangun. Mereka sudah sangat excited dengan
acara camping ini, lebih-lebih saat dibacakan rencana acaranya. Untuk mereka akan
ada treasure hunt, fun science, crafting, memanah, membatik, story telling,
nonton, ect. Bahkan Fathimah yang selama ini nggak pernah lepas dari Ummi atau
Ayah udah semangat pengen ikut di ruangan anak-anak yang dipisah dengan orang
tua.
Sesampainya
di tempat acara yang diadakan di komplek perumahan KPC, ternyata kami adalah
satu dari tiga keluarga yang pertama mendaftar. Sebelum sampai di tempat, kami
sudah diperlihatkan foto-foto tenda yang sudah didirikan oleh panitia.
Kebetulan salah satu panitia ternyata adalah teman kuliah suami, jadi foto
tenda yang akan kami tempati pun kami dapat. Kesiapan panitia untuk acara ini
sudah jadi bahan obrolan saya dan suami beberapa kali. Campingnya sendiri
dibuat di lapangan rugby milik KPC. Dan panitia sudah menyemprotkan asap untuk
mengusir nyamuk sehari sebelumnya dan menaburkan belerang di sekeliling
lapangan. Tenda-tenda yang didirikan sangat rapi dan teratur, dan
tenda-tendanya besar. Satu tenda untuk keluarga beranggota empat orang bisa
memuat sepuluh orang (menurut pak suami yang masa mudanya sering naik gunung).
Rasanya baru kali itu kami ikut camping yang tinggal datang taruh barang, tanpa
repot-repot mendirikan tenda… kaya check in hotel aja rasanya hehehehe…
Setelah
meletakkan barang-barang ke tenda, kami beralih ke masjid dimana acara materi akan
diadakan disitu. Begitu masuk masjid sudah ada beberapa ibu-ibu dan bapak-bapak
yang duduk dan ngobrol. Pemisah antara laki-laki dan perempuan berada di tengah
masjid dengan posisi miring sementara tempat imam ada di pojok kanan masjid.
Saya dan suami langsung mencari tempat masing-masing. Tentunya sebagai adab
seorang Muslim, sunnahnya saat bertemu dengan sesame muslim adalah saling
memberi salam dan afdhalnya dengan menjabat tangan, karena ibu-ibunya belum
terlalu ramai saya menyalami setiap ibu-ibu yang saya lewati baru kemudian
duduk di pinggir paling ujung.
Sebelum masuk
masjid, saya baru akhirnya sadar bahwa ada foto mba Enes dan mba Ara dalam
spanduk acara. Ara sebenarnya adalah teman kerja adik saya, jadi saya langsung
mengabarkan bahwa mungkin saya akan ketemu temannya nanti nih…(tanpa tahu jelas
mukanya mba Ara). Di tengah-tengah whatsappan dengan adik, tau-tau seorang ibu
yang awalnya sedang bekerja di depan laptop di depan masjid (yang belakangan
akhirnya saya kenal bahwa itu adalah mba Nayla, panitia yang selalu memberikan informasi
acara via whatsapp) berjalan ke ibu yang duduk selang satu orang di sebelah
saya mengatakan bahwa laptopnya sudah siap. Saya langsung buru-buru googling
imagenya Ibu Septi, ealaah…tenyata Ibu Septi Peni itu ada di sebelah saya dari
tadi…. Andaikan saya tau, pasti saya udah ikut nimbrung mau dengar apa pun yang
dibicarakan si Ibu, sukur-sukur bisa nanya macam-macam.
Akhirnya
acara pun dibuka. dimulai dengan sambutan-sambutan, kemudian berdoa, dan
akhirnya anak-anak mulai dipisah ke ruangan khusus anak-anak sementara
anak-anak remaja di ruangan yang lain. Bagi kami, ini adalah pengalaman pertama
Fathimah masuk ke dalam ruangan tanpa ditemani kami. Dan dia sangat semangat
bahkan tanpa melihat ke belakang pada saya yang mengantarnya ke ruangan. Saya
sampai takjub! Tanpa berniat merusak suasana, maka saya kembali ke masjid untuk
mulai mengikuti materi. Tapi ternyata empat menit kemudian Fathimah datang diantarkan
oleh salah seorang panitia dama keadaan nangis. Demikian lah pengamalan empat
menit perdana Fathimah duduk di ruangan tanpa Ummi dan Ayahnya hehehehehehe…..
Maka kami pun mengikuti seluruh materi bertiga, sementara Izan super enjoy
dengan kegiatannya dengan teman-teman barunya.
Materi dibuka
oleh Ibu Septi Peni, Ibu Septi langsung meminta pemisah ditengah ruangan untuk
disingkirkan karena beliau ingin suami-istri duduk berdekatan. Acara dimulai
dengan salaman dengan suami sambil mengayun-ayunkan tangan seperti anak kecil
sambil nyanyi “halo kawan… apa kabarmu? Tepuk
tangan, tepuk kaki, tengk kanan, tengok kiri…pindah ke yang lain…”, kemudian
kami bersalaman dengan yang lain, tentunya perempuan dengan perempuan dan
laki-laki dengan laki-laki. Setelah lima menit yang membuat semangat dan
ketawa-ketawa itu, kami duduk kembali dan Ibu Septi memulai dengan menceritakan
latar belakang keluarganya. Lebih kurang sama seperti isi artikel yang pernah saya
baca dulu, ditambah profil anak-anak mereka Enes, Arad an Elan. Profil yang
membuat semua orang terkagum-kagum. Kok bisaaaaa… Tentunya saya nggak akan
menceritakan profil keluarga mereka disini lah yaa.
Setelah Ibu
Septi berbicara, kemudian Pak Dodik berdiri memberikan materi. Disinilah saya
melihat tiangnya keluarga mereka. MaasyaAllah! Dibalik cerita hebatnya ibu
Septi dan anak-anak mereka, ada pak Dodik ternyata yang menjadi mentor di
belakang mereka. Pak Dodik yang mulanya meminta Ibu Septi untuk menjadi istri
beliau tapi dengan syarat harus mau mengajarkan anak-anak mereka nantinya, dan
jawaban harus sudah ada dalam hitungan lima detik… Bisa dibayangkan??? Atuh saya
mah kalo ditanya begitu dan harus jawab dengan hitungan lima detik langsung
pura-pura pengen ke toilet kali trus pura-pura lupa biar dapat tambahan ekstra
satu malam hehehehehe…
Dalam
materi-materi yang diberikan pak Dodik hari itu, kami diberi tugas dalam satu
kertas besar,, dimulai dengan menuliskan sifat-sifat pasangan yang kami sukai.
MaasyaAllah, tidak pernah memang terpikirkan oleh saya untuk menuliskan sifat
suami yang saya suka, untuk diperlihatkan pada beliau. Untuk tdak diperlihatkan
saja belum pernah. Sifat baiknya hanya untuk disimpan diam-diam aja, kalau pun
dikeluarkan, jangan sampe ketauan nanti ge-er hehehehe… SALAAAAH PEMIRSAAAAH!
Dan saling menuliskan sikap baik pasangan itu langsung membuat kacamata ke
pasangan jadi seperti waktu nimbang-nimbang saat mau nikah dulu hehehe…
artinya, berbunga-bunga gitu lah. Kayanya pasangan kita itu isinya baik doang
ga ada buruknya gitu hehehehe…
Setelah
menuliskan kebaikan pasangan, kami disuruh menuliskan kebaikan-kebaikan
masing-masing anak-anak kami. Ini juga maasyaAllah! Tanpa sadar, tenyata saya
adalah orang tua yang sangat jarang menuliskan kebaikan-kebaikan anak. Tentu
saya sadar kelebihan-kelebihan mereka, tapi menyebutkan satu-satu kebaikan
mereka dalam bentuk tulisan itu seperti menghitung nikmat dari Allah yang
selama ini diabaikan… (medadak mellow..). Kemudian kami juga disuruh menuliskan
tujuan akhir dari keluarga masing-masing, tujuan akhir ini adalah bahasa yang
lebih mudah ketimbang “visi dan misi”, setidaknya buat saya sih… hehehehe.
Dengan kelebihan-kelebihan yang ada pada anggota keluarga, keluarga kami ini
mau menjadi keluarga yang bagaimana? Kemudian kami juga disuruh menuliskan indikator
kesuksesan keluarga kami dalam dua tahun ke depan, lalu nilai-nilai utama yang
akan kami tanamkan dalam keluarga kami, dan akhirnya kami disuruh untuk mencari
nama untuk keluarga kami.
Beberapa kali
kami diminta berdiskusi dengan keluarga yang lain tentang apa yang sudah kami
tuliskan. Karena memang planning itu kalau hanya dituliskan tanpa dibicarakan,
rasanya hanya akan jadi angan-angan kosong, tapi kalau sudah dibicarakan, kita
punya beban psikologis untuk mencapainya… paling nggak rasanya buat saya sih
begitu.
Dan sorenya
ba’da ashar adalah acara keakraban dan games dengan keluarga peserta camping. Tentu
saja anak-anak puas main berlari-larian di lapangan rumput. Kemudian untuk
bersih-bersih, panitia sudah menyiapkan satu barak berisi beberapa kamar yang
tidak ditempati untuk dipakai keluarga mandi dengan pembagian dua keluarga per
kamar yang diatur dengan jadwal. Dan ba’da maghrib adalah acara makan malam
kemudian dilanjut acara sholat Isya lalu acara ramah tamah dan perkenalan
masing-masing keluarga, disekeliling api unggun… camping memang kurang lengkap
rasanya tanpa api unggun. Setelah acara ramah-tamah selesai, beberapa orang
memilih menunda istirahat untuk mengambil kesempatan berdiskusi lebih panjang
lebar lagi dengan Pak Dodik atau pun Bu Septi atau Enes dan Ara, tapi saya
sudah terlalu ngantuk jadi kami memilih tidur.
Keesokan
harinya ba’da subuh, acara dimulai dengan jalan pagi bersama mengelilingi
lapangan golf milik KPC, kemudian sarapan dan bersih-bersih. Jam 9 materi
kembali dimulai oleh Ibu Septi. Kali itu adalah rangkuman dari apa yang sudah
diberikan seharian kemarin. Acara selesai jam sebelsa siang diikuti foto-foto,
kemudian sholat zuhur dan pembagian makan siang.
Another long
story short, camping satu setengah hari penuh dengan materi berbobot jadi
pengalaman berharga untuk keluarga kami. Rasanya ada banyak yang harus
diperbaiki, yang harus diubah. Seperti kata suami, mengikuti acara-acara
seperti ini semakin membuat kami merasa banyak tidak tahu, dan haus untuk ikut
acara seperti ini kembali. Hampir sepanjang perjalanan pulang menuju Balikpapan
kami memikirkan apa nama yang pas untuk keluarga kami. Tapi sampai sekarang
rasanya belum ada yang pas. Saat diberi tugas membuat nama untuk keluarga, ide
yang pertama muncul di kepala adalah “The A Team”, seperti judul film yang
isinya masnusia-manusia unik, tapi kekeuh kompak menjalankan misi (tsaaaah…
ketahuan banget sih angkatannya nontonnya the A team!). Tapi kemudian Pak Dodik
memberitahu bahwa nama keluarga beliau adalah “The A Home Team”. Yah, nggak
seru dong, masa mirip? Hehehehehe… Alhasil sampai sekarang kami masih belum
menemukan nama.
Tapi nama
bisa menyusul. Yang jelas kami tahu, nilai-nilai apa yang ingin kami tanamkan
dalam keluarga kami. Kami ingin menjadi keluarga yang bermisi akhirat, bukankah
cita-cita itu harus setinggi-tingginya? Cita-cita apalagi yang lebih tinggi
daripada akhirat yang baik??
Kami ingin
menjadi keluarga yang menghargai setiap ide yang muncul dalam rumah kami, dan
berusaha merealisasikannya. Sebenarnya konsep menjalankan ide ini sudah mulai
kami kerjakan kira-kira dua bulan yang lalu, saat terbesit dalam kepala untuk
membuat bake sale di rumah dengan mengajak anak-anak kami membuat kue dan menjualnya.
Kami menuliskan planningnya, merinci persiapannya, kemudian melakukan
persiapan-persiapannya sampai akhirnya bake sale itu dikerjakan. Kami puas,
anak-anak puas. Ide kami menjadi real! Padahal ide bake sale itu bukan lah
satu-satunya ide yang pernah keluar dari keluarga kami. Tentu dalam percakapan
ada saja gagasan yang keluar, mau mulai begini lah, mau mengerjakan itu lah…tapi
tidak semuanya terjadi. Hanya yang membedakan adalah menulis ide itu, membuat planning pelaksanaannya dan yang
paling penting target atau datelinenya. Jadi, sekarang kami punya satu pojokan
yang bertulis “Idea Corner” dalam mading keluarga kami. setiap orang yang
mempunyai ide harus menuliskan idenya dalam sticky note dan menempelkan pada
idea corner tersebut. Tentu saja itu hanya satu tahapan kecil dari rencana
merealisasikan ide tersebut, karena tahapan yang lebih penting adalah membuat rencana dan yang lebih penting
lagi: melakukannya.
Kami ingin
menjadi keluarga yang selalu memiliki target. Dalam salah satu materi di hari
terakhir, kami diberi instruksi untuk membuat kelompok berisi lima orang dalam
hitungan detik kemudian setiap orang saling menceritakan dengan kelompoknya
tentang target kami minggu ini yang sudah tercapai, bagaimana kami bisa mencapainya,
dan apa target kami minggu depan. Maka kami pun membuat pojokan “Weekly Target”
untuk masing-masing anggota keluarga. Ide membuat weekly target ini juga
sebenarnya sudah lama ada, hanya tidak pernah dituliskan. Begitulah, ide kalau
hanya sekedar di kepala namanya bukan ide, tapi angan-angan… hehehehehe. Alhamdulillah
saat ini kami semua memasang sticky note yang bertuliskan target kami
masing-masing, tinggal saya dan suami yang harus konsisten mengevaluasi usaha
dan pencapaian target-target kami dan anak-anak.
Begitu lah
kira-kira oleh-oleh dari saya setelah Sangata Family Camp kemarin. Begitu
susahnya saya untuk move on dari aura positif dan motivatif yang disampaikan
oleh keluarga Pak Dodik dan Bu Septi, sampai-sampai saat panitia mengumumkan challenge
untuk membuat tulisan liputan tentang Familly Camp kemarin dan tulisan
perubahan pada keluarga paska Family Camp, langsung saya kerjakan saat itu
juga, biidznillah… Padahal sudah sangat lama sekali saya tidak membuat tulisan
panjang seperti ini dan mengabaikan blog lama saya, pas kebetulan anak-anak
sedang tidur siang dua-duanya. Hehehehe.
Moral of
story dari cerita panjang lima halaman Word ini adalah: “kalau lihat brosur
sebuah kegiatan, baca yang betul semua isi dan fotonya!” hehehehhehe…
Semoga Allah
memudahkan kami menjadi keluarga yang kami impikan… aaamiiiin.
No comments:
Post a Comment