Monday, April 8, 2013

Freediving Gili

pic from here




Seperti yang gue bilang di postingan sebelumnya, akhirnya gue dan Billy membulatkan tekad untuk ambil freedive course. Pada saat daftar, none of us has any idea what the course might be. Yang gue tau, entah gimana caranya pokoknya gue akan diajarin untuk bisa nahan nafas lebih lama dan main di dalam air tanpa tabung oksigen. Pada saat kita berdua datang ke kantornya Freedive Gili kita ketemu sama guru yoga yang namanya Tina, a  British lady. Selain buka kelas untuk freedive, Freedive Gili juga buka kelas untuk yoga dan Tina ini megang kelas yoga sepertinya. Menurut Tina masih belum jelas siapa yang akan ngajar gue dan Billy, could be Jackie or Mike, and Mike is the owner. Gue nggak peduli siapa yang ngajar, tapi yang jelas gue harap yang ngajar cukup sabar sama gue hehehehe... Yang gue rasain waktu itu antara anxious dan takut gue bakalan malu-maluin. Selagi masih di Balikpapan gue sempet coba ngitung berapa lama gue bisa tahan napas di dalam air dan waktunya nggak sampe satu menit. Hehehehhe... Tapi Tina cukup ramah meyakinkan bahwa kursusnya akan menyenangkan dan either Jackie or Mike is patience enough to handle us. Orang Inggris emang cenderung sopan yaaak. Dan hari itu kita dipinjamin buku Freedive course keluaran SSI untuk dipelajari. Nah, pertama kalinya ini gue belajar sama SSI instead of PADI hehehe... lagian gue nggak nemu kursus freedive-nya PADI. :p

Photos of Freedive Gili and Gili Yoga, Gili Trawangan
This photo of Freedive Gili and Gili Yoga is courtesy of TripAdvisor

Besok paginya kita datang ke kantor Freedive Gili jam sembilan pagi. Ternyata Jackie yang akan ngajar kita, cewe bule tinggi macam model dari US. Bicara soal fisik, pada saat kita keluar dari kantor Freedive Gili sehari sebelumnya dan ngobrol sama Tina, rombongan orang-orang yang baru selesai freediving baru aja turun dari kapal. Dan semua badannya kurus-kurus tinggi-tinggi macam peragawan peragawati.... Gue dan Billy langsung saling pandang dan ngelirik perut masing-masing. Ngek ngooook... :p

Balik lagi ke hari pertama kursus... Ternyata yang ambil kursus level 1 saat itu nggak cuma gue dan Billy, tapi ada satu orang lagi dari Jerman yang namanya Oliver. Thank goodness,Oliver nggak berperawakan macam peragawan hehehehe... kita nggak sendirian! Begitu datang kita langsung disuruh isi form, ritual biasa lah setiap ambil kursus. Kemudian kita pindah ke ruang yoga. Freedive Gili punya aula untuk yoga yang cukup luas, enak banget tempatnya. Jackie langsung nyuruh kita ambil satu mat dan satu balok dan ambil posisi di aula. Mau yoga nih kita... pikir gue. Tapi gue udah cukup sadar bahwa freedive nggak bisa lepas dari yoga, dari yoga kita belajar relaksasi otot-otot pernafasan supaya bisa ambil nafas maksimal. Billy dan Oliver belum pernah yoga sebelumnya, speaking of which, gue udah pernah ngajak Billy yoga dulu tapi doi sama sekali nggak tertarik. Naaaaah... jadi ngerasain deh dia sekarang. :)

Sebelum exercise dimulai, Jackie membuat perkenalan singkat dan minta kita masing-masing kasih tau alasan kita ambil kursus freedive. Menurut cerita dia, dia mulai scuba sejak 2006 dan nyoba freedive sejak satu tahun yang lalu dan nggak pernah berminat mau scuba lagi sejak itu. Oh waaaaw, tapi dalam diri gue belum apa-apa udah timbul pertentangan "ney! I will definitely not stop doing scuba!" Hahahahaha... Dan gue bilang lah alasan gue nyoba freedive karena gue penasaran, pengen juga rasanya bisa meliuk-liuk bebas macam ikan untuk berenang sama ikan, dan gue pikir skill yang akan gue dapat di freedive ini bisa menunjang skill scuba gue. Sementara Billy bilang alasannya ambil freedive karena diajak istri hahahahaha... dan juga penasaran sama freediving of course. Sementara alasan Oliver lebih kurang sama lah sama alasan yang lain.

Exercise yang pertama adalah pengenalan teknik nafas, ini jadi ingetin gue praktikum faal di kuliah dulu. Jackie kenalin kita tentang pernafasan paru-paru, diafragma, dan combining paru-paru dan diafragma. Kemudian kita diajarin teknik pernafasan sebelum ambil napas terakhir utuk kemudian ditahan selama mungkin. Amazingly, gue berhasil nahan nafas selama satu menit, padahal dulu kalo gue coba maksimal cuma 40an detik. Tapi urusan nafas kayanya gue murid tercupu, karena Billy dan Oliver bisa nahan napas sampai nyaris dua menit. Belum apa-apa gue udah malu-maluin, padahal mereka berdua nggak pernah yoga sebelumnya :p

Setelah selesai latihan di yoga hall, Jackie langsung ajak kita ke swimming pool. Freedive Gili punya swimming pool sepanjang 20 meter, yang emang dirancang untuk latihan freedive. Sebelum ke pool, kita diajak pilih alat dulu. Karena gue dan Billy udah punya wetsuit, mask dan fins sendiri jadi tinggal Oliver yang pilih alat. Tapi tunggu dulu.... ternyata mask untuk freedive ini berbeda dengan yang dipake di scuba. Mask freedive ini punya rongga udara yang lebih sempit dan bagian karet yang lebih lebar dan lentur, supaya nggak terlalu squeezing saat nyelam. Kalau aja gue tau soal mask freedive sebelum beli mask sendiri dulu, gue bakalan beli mask freedive sekalian deh, nyaman banget! Jadi akhirnya kita pinjam mask dari mereka.

Tanpa basa-basi Jackie langsung nyuruh kia menyelam sejauh 10 meter horisontal tanpa nafas, tentunya dengan teknik persiapan nafas yang udah diajarin sebelumnya. Tanpa saling ngomong, tapi gue dan Billy udah bisa baca pikiran masing-masing: "e sumpeeee looooo, yang boneng!!??? 10 meter nggak nafas?". Tapi karena cukup nervous, we prefer not to talk. Dan ternyata kita semua bisa, walaupun rasanya macam mau mati! Sumpah deh.... Saat itu di kepala gue mulai maki-maki diri gue sendiri, "begooo, ngapain ikut kursus beginian? ngapain nahan-nahan nafas??? Oksigen kan enaaaak, nafas itu enak, ngapain lo tahan-tahan??? Moroooon!"

Berkali-kali juga Jackie meyakinkan kita bahwa the urge to breathe atau keinginan kita untuk membuang karbondioksida yang diproduksi tubuh cepat-cepat itu nggak perlu digubris, and the mind that telling us that we NEED TO BREATHE is just A LIE! Jackie bilang, kita bisa nahan nafas lebih lama, dan nggak akan terjadi apa-apa kok kalau kita nggak menggubris pikiran kebutuhan nafas yang ada di kepala kita. Sistim alert akan kebutuhan nafas yang dibuat oleh otak itu masih menyediakan marjin yang cukup jauh sampai ke titik krisis dimana tubuh benar-benar butuh nafas beneran. Haaa! Tapi, almost everytime Jackie said that my mind tells me lie, otak gue nggak kalah kenceng protesnya "NO!!! She's the one who lie!!! You need to breathe, your body needs it, your brain needs it!!!! Breaaaaattthhhe!!!! You need to breathe at THIS SECOND!". Di lain kesempatan otak gue macam protes hopeless... "Nafas kan enak.... ngapa dah ditahan-tahan. Nafas dooong....". Ada pula suara di kepala yang lebih pathetic: "Mamaaaaaaaahhhh......!" Yah, demikian lah kiranya.

Segala ketidaknyamanan dan protes batin yang berisik di kepala gue tentunya nggak pernah gue keluarin di depan Jackie. Theoretically, Jackie emang benar. Ya iya laaaah... masa dia mau bohong. Walau pun sampai detik ini gue tetap berpikir bahwa peringatan kebutuhan nafas yang dibuat di otak itu udah tercipta dari sananya, it's nature and nature NEVER lie. Tapi periode timbulnya the urge to breathe itu bisa dilatih dan dimanipulasi untuk digeser lebih lama,dan itu yang coba dilatih di kursus freedive. Dari kursus ini juga gue mengenal istilah "mamalian dive reflex" yaitu reflek mamalia untuk menurunkan denyut jantung atau bradikardi saat muka terkena air atau suhu dingin. Dengan denyut jantung yang melambat, pembakaran oksigen juga berkurang, sehingga produksi karbondioksida juga berkurang, dan akibatnya mamalia bisa menahan nafas lebih lama di dalam air.

Ada banyak teori yang cukup menarik sebenarnya. Sayang waktu itu gue terlalu malas buat bikin catatan dan mereka hanya meminjamkan buku (dengan jaminan deposit) untuk dibaca selama kursus. Beda dengan kursus scuba dengan PADI, kita selalu dapat bukunya. Gue nggak tau apakah SSI emang nggak memberikan buku ke murid atau Freedive Gili doang yang nggak ngasih buku ke murid. Semua gerakan dan penggunaan otot jadi perhitungan di freedive. Karena semakin banyak otot yang digunakan, semakin banyak oksigen yang perlu dibakar, semakin pendek kemampuan kita untuk menahan nafas. Bahkan kalau gue nggak salah ingat, the urge to breathe it self sebenarnya memberikan keuntungan untuk diver, tapi gue lupa bener gimana fisiologisnya. Secara teori sebenarnya freedive ini menarik, secara praktek juga, tapiiiiiii..... kalau yang freedive orang lain dan kita nonton doang! Hahahahaha....

Setelah mempraktekan freedive hosrisontal di swimming pool, akhirnya kita siap-siap naik kapal ke laut. Dan ternyata yang akan freedive siang itu nggak cuma rombongan Jackie doang, ada juga tiga murid lain dengan satu guru yang lagi ambil kursus level 2 (kedalaman sampai 20 meter). Ntah karena gue kurang minum dan sarapan gue yang nggak sehat, atau pikiran paranoid gue yang mulai berkuasa, atau mungkin keduanya, siang itu gue benar-benar merasa nggak nyaman. Tanpa bermaksud sombong, tapi biasanya gue bukan yang bermental gampang ciut untuk urusan begini-begini. Gue bahkan pernah lompat dari jembatan ketinggian belasan meter ke sungai dan gue nggak separanoid saat gue mau freedive di laut. Seperti gue bilang tadi, entah karena sarapan gue (pagi itu gue sarapan jaffle isi telor keju, buah, dan kue aniversary lumayan banyak... kue anniversary ini kan menteganya banyak yaaaak!), atau kurang minum atau ketakutan gue yang bikin perut gue mual. Bodohnya lagi, gue nggak bawa minum di kapal, dan mereka juga nggak menyediakan minum.

Saat itu lautnya bisa dibilang tenang, dan kapal juga melaju tanpa terombang-ambing. Dalam keadaan normal gue biasanya nggak akan mual dengan kondisi seperti itu. Tapi Billy bahkan bisa lihat kalau gue nervous hahahaha... Begitu kita nyemplung ke laut, perasaan gue mulai membaik, and my mind goes "okay, ini laut,  I'm with my mom now, everything is gonna be fine!".

Ternyata yang kita kerjakan di laut adalah berpegangan pada buoy yang diikatkan dengan tali yang dipasang pemberat sejauh belasan meter ke dalam laut. Lalu kita semua mempraktekkan relaxation breathe di permukaan. Namanya juga realxation breathing, jadinya harus relax, jadi yaaaa lama gitu deh! Dan ternyata berlama-lama di permukaan laut sama sekali nggak bikin gue tambah baik, I get even worse. Walaupun laut cukup tenang tapi bukan laut namanya kalau nggak ada ombak meskipun kecil. Dan tergoyang-goyang di permukaan laut bikin gue tambah mual. Akhirnya gue bilang ke Jackie kalau gue mungkin kena seasick, dan Jackie bilang itu cuma ada di pikiran gue yang paranoid karena lautnya lagi tenang dan nggak mungkin gue kena seasick. Haaa!

Jackie mulai mencontohkan skill tahap demi tahap, dan minta kita untuk meniru setiap tahapnya secara bergantian. Dan dasar apes, gue pun dapat giliran paling terakhir selalu karena giliran dibuat sesuai dengan arah putaran jam yang dimulai dari Oliver. Oiver ternyata cukup tangkas, dia kelihatan cukup menikmati kemampuan freedivenya. Billy punya masalah dengan equalizing telinganya. Beda dengan scuba, penurunan ketinggian yang lebih cepat dan posisi badan yang terbalik secara vertikal membuat equalizing lebih sulit tapi jauh lebih penting di freedive.

Oh ya, harus gue gambarkan dulu, cara kita menyelam adalah memutar balik badan kita sehingga kepala kita berada di bawah dan kaki di atas, posisi kepala harus tegak lurus seperti kalau kita lagi berdiri tegak dan pandangan lurus ke depan, mata harus selalu melihat ke tali yang menjadi guide line. Menahan kepala untuk selalu lurus ini susah-susah gampang, karena secara insting saat kita menyelam kepala pengennya ambil posisi mendangak dan mata pengen lihat apa yang ada di bawah, tapi ini nggak bener. Dengan memiringkan kepala ke belakang, kita membuat pembakaran oksigen ekstra untuk otot di leher dan pundak belakang, dan terkadang menimbulkan paranoid bagi penyelam pemula karena melihat dasar laut, selain itu juga membuat arah selamnya nggak lurus ke bawah tapi mengikuti arah kepala. Urusan paranoid karena melihat dasar laut itu nggak berlaku buat gue. Buat gue yang berlaku kebalikan! Harus selalu melihat ke tali bikin gue nggak tau apa yang ada di bawah, atau seberapa jauh lagi gue sampe jarak target, dan keadaan nggak tahu justru bikin gue parno!

Manila Freediving Course
pic from here

Kembali ke urusan equalizing... Billy nggak bisa serta merta turun ke bawah sambil equalize dengan kepala di bawah. Mungkin karena bentuk anatomi saluran telinganya, equalize dengan posisi kepala terbalik jadi nggak bisa dicapai. Akhirnya Billy terpaksa memutar balik badannya untuk equalize, trus kembali lagi mutar kepalanya ke bawah untuk turun, dan berkali-kali seperti itu sampai mencapai target. Itu sangat nggak menguntungkan, karena semakin banyak energi yang kepake semakin singkat menuju urge to breathe. Kasian Billy...

Kebalikan dari Billy, anatomi telinga gue alhamdulillah menguntungkan gue. Susah untuk diterangkan, tapi gue bisa equalize telinga tanpa perlu mencet hidung. Nah yang belum ngerti apa itu dan gimana teknik equalize perlu gue terangin dulu. Kalau kita menyelam di air, tekanan udara cepat sekali berkurang, akibatnya udara yang ada di saluran telinga menciut dan membuat gendang telinga tertarik ke dalam, itu yang namanya squeeze. Untuk memperbaiki squeeze kita perlu equalize yang biasanya dilakukan dengan cara menutup hidung dengan jari sambil menghembusakan nafas kehidung dengan mulut tertutup, jadi kita mentransfer sedikit udara dari diafragma ke saluran telinga untuk mendorong kembali gendang telinga yang ketarik tadi. Tapi alhamdulillah ntah karena anatomi telinga gue atau kemampuan fisiologis otot-otot di sekitar rahang yang bisa bikin gue equalize tanpa menutup hidung. Awalnya Jackie berkali-kali mengingatkan gue untuk equalize dengan menutup hidung, tapi dengan segala pikiran parno dan perasaan mual, equalizing dengan tangan itu macam nambah beban. Walau pun awalnya gue juga tetap harus equalize dengan jari, tapi setelah dua tiga kali dive akhirnya telinga gue mengadaptasi dirinya sendiri, jadi konsentrasi gue nggak perlu nambah terpecah dengan equalizing pake tangan.

Selama sekitar dua jam lebih kita ada di permukaan laut, nggak semenit pun gue nikmatin! Freedive ini dikerjain di laut yang dalam. Dengan visibility yang rasanya nggak lebih sepuluh meter, jadi nggak ada apa-apa yang bisa dilihat kecuali ubur-ubur kecil atau binatang sejenis cacing yang transparan, yang kalau lagi scuba hampir nggak akan gue perhatiin. Tapi disaat pikiran lagi konstentrasi untuk melawan mual dan rasa takut, fokus ke binatang-binatang yang sebelumnya nggak berarti jadi penting banget rasanya.

Di akhir-akhir skill, gue akhirnya minta sama Jackie untuk dapat urutan pertama. Gue udah mulai nggak tahan pengen muntah. Terserah mau dibilang cupu, culun, parno, apa kek.... yang jelas gue beneran eneg dan gue pengen cepat selesai. Jackie sempet nawarin gue untuk istirahat ke kapal, bah... terombang-ambing di kapal juga nggak akan bikin gue lebih baik, yakin dah. Gue cuma pengen cepet selesai. Dan akhirnya Jackie ngasih kesempatan gue untuk jadi yang pertama di skill yang terakhir. Selesai deh latihan hari itu!

Setelah kursus gue sempet mikir mau mundur aja rasanya. Lebih enak kalau besok gue scuba sama Billy, lebih nyaman, nggak berasa mau mati, dive log nambahh pula. Tapi Billy mau nggak ya? Lagian kan kasian juga udah bayar. Berkali-kali gue nanya ke diri sendiri and ke Billy, apa sih yang dinikmatin orang dari freedive??? Gue kok nggak suka yaaak?? Billy sendiri nggak juga menikmati karena dia nggak bisa equalizing.

Menurut pandangan gue dan Billy , walau pun freedive nggak terpisahkan dari yoga yang harus dikerjakan dengan tenang, tapi itu olahraga yang jelas jauh lebih menantang dibanding scuba (malahan scuba sih nggak ada tantangannya sebenernya, selama dikerjakan dengan benar). Kita benar-benar dipaksa keluar dari comfort zone. Ada pula pertandingan freedive, untuk adu kedalaman atau adu lamanya kemampuan nahan nafas, yang dari sudut pandang gue terasa hampir sama konyolnya dengan mendaki puncak everest. Hehehehhe... What's the point? Yang gue cari adalah bisa tenang menikmati laut, relax, santai, tanpa beban, bukan sesak dan mual di dalam laut. :p

Tapi akhirnya diputuskan untuk terus lanjut selesain kursus. Kalau gue mundur sebelum selesai, gue khawatir bakalan nyesal sampai gue punya kesempatan bisa nyoba freedive lagi. Lagian, mungkin rasa mual kemarin memang karena pengaruh sarapan yang terlalu berat dan bukan semata-mata karena paranoid. Lagian rasanya gue nggak separanoid itu.

Jadi di hari kedua gue cuma sarapan buah yang banyak. Jackie nyuruh kita untuk sarapan yang cukup, karena kita akan beraktifias berat. Teh dan kopi dilarang, karena akan mempengaruhi kerja jantung, jantung yang tenang sangat dibutuhkan untuk freedive. Nah, ini lagi yang gue suka dari freedive.... mereka sangat memperhatikan pola makan dan gaya hidup, jadi nggak heran lah ya kalau badannya pada macam pragawan-pragawati semua gitu. Sekali Oliver pernah nyeletuk "Why do I don't hear a lot about freedive as much as I hear about scuba, like in a party or something...". Dan dijawab sama Jackie dengan "because we're not party people! We don't party! We eat healthy food, and drink healty drink. You will not hear about freediving in a party." Bah... selama ini gue pikir para surfer lah yang doyan party, scuba diver mestinya juga nggak minum alkohol kalau mereka mau nyelam, tapi ternyata menurut freediver, scuba diver masih tergolong party people. :p

Ternyata sarapan yang sehat bikin gue jauh lebih baik hari itu. Karena gue merasa jauh lebih baik, gue mulai menikmati apa yang gue kerjain. Hari itu Jackie pasang pemberat lebih jauh dari hari sebelumnya, tapi dia nggak mau ngasih tau berapa jarak talinya sampe diakhir diving. Dan meskipun tetap ada tali, kali ini kita nggak lagi boleh pegangan tali untuk turun ke bawah. Makin kasian deh Billy, tanpa tali dia terpaksa mutar balik badannya dengar effort lebih besar untuk equalize. Yang paling keren masih Oliver, walau pun menurut dia hari itu dia nggak setenang kemarin, tapi dia berhasil sampe ke bagian tali paling bawah. Sementara gue masih nggak bisa menaklukkan my urge to breath :p. Pernah pula kejadian bodoh, pas gue merasa lebih punya persediaan oksigen untuk terus ke bawah, Jackie yang selalu nemanin kita turun ngasih tanda untuk mastiin apa kuping gue baik-baik aja dan gue jawab dengan ok, dan dilanjut dengan sign kebawah dari Jackie dengan jempol yang di arahkan searah kepala tentunya karena posisi kita yang terbalik. Bleheknya gue, otak gue nerima bahwa jempol yang diangkat searah dengan kepala itu artinya naik.... yipppyyyyyy.... disuruh naik! Padahal mah maksudnya of course disuruh terus turun! :p

Yang paling nggak asik dari latihan hari itu adalah pada saat kita disuruh turun ke bawah dan buka mask pada saat di bawah trus naik ke atas tanpa mask. Maksudnya untuk prepare kalau pada saat freedive tiba-tiba mask bocor atau gimana gitu. Boleh aja buka mata kalau mau, tapi yaaa berhubung mata gue bukan mata ikan, ya gue nggak bisa gitu melek di air laut, jadi gue milih tutup mata. Tapi berada di dalam laut tanpa tabung oksigen dengan mata tertutup itu yaaa sodara-sodara..... it's a MAJOR PANIC! Setelah sampai di atas dan selesai recovery breath, Jackie nanya apa yang gue rasain (dia selalu nanya apa yang kita rasain setiap habis dive), gue bilang gue panik! Bahkan kata Billy dia bisa liat kepanikan gue dari atas hehehehe...

Ada pula moment dimana Billy ngerasa nggak sanggup lagi turun ke bawah karena telinganya. Karena Billy harus selalu balik badan untuk equalize dan balik badan lagi untuk turun, Jackie sering ada di bawah duluan. Sekali waktu Jackie nyuruh Billy untuk terus turun tapi Billy nolak, dan dia balik ke atas. At the surface gue liat hidungnya berdarah, but he was OK. Beberapa hari setelah kita pulang ke Balikpapan, Billy pergi ke dokter untuk periksa telinganya, dan ternyata ada sedikit robek di gendang telinga, mungkin karena dia nggak berhasil equalize waktu freedive. Tapi untungnya, keadaan gendang telinga yang agak robek itu nggak mengganggu kemampuan divingnya, karena besoknya dia tetap bisa scuba diving tanpa masalah, alhamdulillah. Untungnya pula dia nggak ngerasa sakit kecuali perasaan macam ada air di telinga dan sedikit berisik waktu naik pesawat. Padahal gue dulu juga pernah ngalamin gendang telnga robek tapi keadaanya jauh lebih menderita kayanya. Dan alhamdulillah sekarang telinganya udah normal kembali.

Setelah hampir tiga jam di permukaan laut, akhirnya semua skill selesai dikerjain. Arus waktu itu cukup kuat, sampai-sampai kita yang tadinya pergi ke laut naik kapal dan dibawa jauuuuuh ke tengah laut, diakhir latihan tau-tau kita udah nyampe di pinggir Trawangan. Pernah pula pas di tengah-tengah latihan tiba-tiba di bawah kita mulai banyak ikan, dan dasar laut mulai kelihatan. Gue dah girang dong.... kalau freedivenya ditemenin ikan-ikan banyak gini kan asoy dan jadi semangat. Eh nggak taunya Jackie nyuruh kita naik lagi ke kapal dan pindah ke laut lebih jauh dan lebih dalam.... meeeeeh! :p

Setelah semua skill selesai, Jackie nyuruh kita snorkelling bertiga dan dia nunggu di kapal. Nah kalau udah gini gue semangat! Harus gue akuin, bisa menyelam bebas tanpa tabung dan main-main sama ikan atau binatang lainnya itu memang ngasih kepuasan tersendiri. Seandainya aja gue bisa nahan nafas lebih lama, pasti akan jauh lebih menyenangkan. Tapi gue yakin itu masalah jam terbang dan latihan. The urge to breath tentu bisa digeser, dan kalau orang  lain bisa pasti gue juga bisa (itu juga yang sering dibilang Jackie).

Hari itu gue cukup puas, tapi nggak juga bisa dibilang "got hooked" macam waktu gue ambil sertifikasi scuba pertama kali hehehe... Di akhir hari pertama waktu kita kembali ke kantor Freedive Gili, ada Tina yang lagi nyantai-nyantai di swimming pool dan nanya gimana pengalaman freedive pertama kita, yang gue jawab dengan signal "not okay!", dan dijawab dengan "aaaah sounds like my first experience!". Gitu ya?? Oliver pun nyaut dengan "it 's like my first beer" yang tentunya gue ga paham maksudnyeeeeh.... Ngeliat muka gue yang nggak ngerti Jackie jelasin kalau first beer untuk semua orang pasti nggak enak, tapi pada akhirnya semua pasti ketagihan.  Ooooh gitu, laaaaaah gue ga pernah minum beer yaaak! :p

Sore hari itu ditutup dengan test teori dan foto untuk kartu sertifikasi. Si Jackie bilang gue berhasil sampe ke kedalaman 12 meter, dua meter lebih dalam dari hari pertama. Yang paling dalam Oliver, 14 meter, sesuai panjang tali. Akhirnya selesai deh kursus freedive!  Lumayan laaaah buat nambah-nambah koleksi kartu sertifikasi hehehe... Setelah selesai segala administrasi gue nanya ke Jackie apa ada muridnya yang lebih memalukan atau lebih payah dari gue, dan dijawab dengan "a lot!". But of course she should say that to all her students... Whatever, yang jelas urusan bersusah-susah nahan nafas sementara udah berakhir! Horeeeee!!!! Besoknya waktu kita mau scuba di kapal, Billy bilang "udah diciptain teknologi supaya kia bisa nafas di bawah laut, ngapaiiiiiin repot-repot nahan nafas!" Hahahahahha....

yeaaaay!
Well ada timbal baliknya sih... tentunya freediving ini bikin kita lebih leluasa di laut, tapi kita pun nggak bisa puas berlama-lama dan bersantai-santai di dalam laut karena konsentrasi pasti terpecah sama otak yang berharap bisa segera buang CO2 dan nerima O2. Yah, untuk bisa sampai benar-benar menikmati di bawah air tanpa tabung memang harus latihan yang banyak rasanya. Waktu itu rasanya gue nggak kepengen nyoba freedive lagi, tapi sekarang kalau gue lihat acara dokumenter bawah laut, sering kali para cameraman-nya nggak pake tabung udara untuk masuk ke laut, supaya bisa lebih leluasa main sama binatang, dan ada juga binatang yang terganggu sama gelembunya scubadiver.  But again, it needs a lot of practice to enjoy this sport. Sampai saat ini tetap scuba yang lebih asoy buat gue, dan rasanya keinginan gue untuk ambil freedive level 2 masih belum ada. Tapi keinginan untuk menggeser my urge to breath tetep ada. Sementara latihan di swiming pool aje dulu dah!

Yuuuuuk mariiiiih...


3 comments:

Danu said...

Mbak untuk biaya kursusnya berapa ya ..? selama ini cuma otodidak doang sama beberapa praktisi disuruh ambil course karena bahaya kalo ga ngerti dasarnya

Terima kasih banyak

femmyemanuel said...

Nice post.
Awal september 2014 saya sempet mampir ke Freedive Gili, namun tak ngobrol banyak karena akan tutup malam itu.

Cuma yang pasti, extreme sport ini menjadi tantangan buat saya. Mungkin suatu saat kembali ke Gili, saya akan ambil course ini, selain mencoba kemampunan, tetapi juga paham dasar-dasar freediving yang benar.

salam
http://femmyemanuel.blogspot.com/

yanmaneee said...

yeezy shoes
balenciaga
yeezy supply
yeezy
golden goose
supreme clothing
adidsas yeezy
supreme hoodie
golden goose sneakers
balenciaga