Sekitar dua minggu yang lalu blackberry saya bermasalah karena tidak mendapatkan sinyal. Sinyal yang di dapat di sekitaran komplek rumah hanya GSM, jadi BB saya resmi hanya bisa untuk sms dan telpon. Apa gunanya smartphone kalau hanya bisa dipakai sms dan telpon saja? Setelah bolak-balik menghubungi call center selama 5 hari tapi tanpa hasil (kecuali pada akhirnya mereka menelpon dan berpikir kalau BB saya yang kena virus, blah!) dan BB saya tidak berfungsi selama 6 hari, akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk pindah provider lain. Maka langganan blackberry dengan provider yang lama pun dihentikan dengan cara menelepon ke 116 dan juga memutuskan layanan via *363#.
Tapiiiiiii.... tiba-tiba dua hari yang lalu saya menerima sms bahwa pulsa saya terpotong 99ribu untuk meneruskan langganan blackberry dengan provider yang lama. Saat itu saya rasanya benar-benar muntab. Saya langsung menghubungi call center provider tersebut tapi mereka hanya meminta saya untuk sabar dan tidak bisa melakukan apa-apa selain membantu membuatkan laporan. Dan apakah pulsa saya akan kembali? Tentu tidak bisa. Luar biasa bukan kepalang.
Karena kesal maka saya berniat menuliskan kekecewaan saya yang bertubi-tubi tersebut di koran. Tapi sayang dari hasil googling saya dapatkan bahwa sudah banyak yang komplen tentang provider tersebut via media tapi mereka acuh saja. Saya pun mencurahkan kekesalan saya melalui twitter dan facebook. Saya berharap pihak provider tersebut mau memperbaiki layanannya dari koar-koar saya di social media yang tentunya nyaris tak terdengar. Sedikit usaha lebih baik dari pada tidak.
Nah.... inti post kali ini bukan tentang provider mengecewakan tadi. Tapi nanti....
Setelah saya menuliskan keluh kesah saya di twitter atau pun facebook, salah satu orang terdekat saya mengingatkan bahwa hal yang saya kerjakan itu tidak baik untuk saya sendiri. Beliau mengacu pada kasus Prita, pikir beliau, jangan sampai kekecewaan yang saya tumpahkan melalui media akan merugikan saya sendiri dan keluarga.
Setelah diberi nasehat yang demikian saya jadi sedih. Sedih luar biasa dengan keadaan sekarang. Skip dulu bagian ini, saya akan cerita tentang hari ini...
Hari ini seorang teman, pengacara (ProBono) yang sedang membela clientnya yang tidak mampu, mengeluh di twitter tentang hakim yang mengadili kasusnya. Hakim minta disuap, menurut ceritanya beliau minta "tanda terimakasih" agar keputusan bisa cepat keluar. Tapi untungnya teman saya tidak mau mebayar. Bagaimana nasib clientnya nanti? Saya nggak tau, tapi yang jelas ya begitu lah pengadilan.
Kita semua tau, bahwa semua kasus yang sampai ke pengadilan bisa dibeli. Siapa yang kaya dan tangguh tidak perlu takut dengan apa pun. Siapa yang kecil dan jelata, jangan berani melawan. Orang dekat saya yang menasihati saya untuk menjaga-jaga omongan melalui media, mengingatkan betapa kita sebenarnya tidak berdaya dengan hukum sekarang oleh karena itu jangan berani main api. Sedih!
Kalau demikian berhasil sudah pengadilan membuat bungkam mulut jelata. Kasus Prita bukannya membuat rakyat/konsumen/orang kecil semakin berani lantang, justru semakin ciut. Gilas saja kami, kami tidak berani melawan karena kami tidak bisa meyuap pengadilan. Sedih! Sedih karena saya berada di negara yang tidak bisa menjamin keadilan bagi saya (rakyat). Sedih karena saya pun membesarkan anak di negara yang tidak bisa menjamin keadilan bagi dia juga, karena kami jelata. Sedih karena saya tidak boleh sembarangan menuntut keadilan kepada oknum yang besar.
Yang paling baik yang bisa saya lakukan adalah menjaga diri dan keluarga saya dari mempunyai masalah dengan orang-orang atau oknum besar. Tapi apakah nasihat kerabat itu akan membuat saya lebih diam? No! Yang salah harus diteriakkan, tapi tentunya dengan cara yang paling bijak. Cerita provider itu adalah cerita remeh-temeh. Inti dari posting ini adalah, supaya kegilaan hukum sekarang tidak membuat kita semakin tunduk karena takut. Kalau tidak bisa melakukan apa-apa untuk melakukan perubahan, nyinyir adalah salah satu jalan yang sbisa kita kerjakan, tentunya selain doa.
No comments:
Post a Comment